Tuesday, April 13, 2010

Kebosanan...

Ini sebuah cerita ringan tentang kebosanan. Seorang tua yang bijak ditanya oleh tamunya.

Tamu : "Sebenarnya apa itu perasaan 'bosan', pak tua ?".

Pak Tua : "Bosan adalah keadaan dimana pikiran menginginkan perubahan, mendambakan sesuatu yang baru, dan menginginkan berhentinya rutinitas hidup dan keadaan yang monoton dari waktu ke waktu".

Tamu : "Kenapa kita merasa bosan ?".

Pak Tua : "Karena kita tidak pernah merasa puas dengan apa yang kita miliki".

Tamu : "Bagaimana menghilangkan kebosanan ?".

Pak Tua : "Hanya ada satu cara, nikmatilah kebosanan itu, maka kita pun akan terbebas darinya".

Tamu : "Bagaimana mungkin bisa menikmati kebosanan ?".

Pak Tua : "Bertanyalah pada dirimu sendiri, mengapa kamu tidak pernah bosan makan nasi yang sama rasanya setiap hari ?".

Tamu : "Karena kita makan nasi dengan lauk dan sayur yang berbeda, Pak Tua".

Pak Tua : "Benar sekali anakku, tambahkan sesuatu yang baru dalam rutinitasmu maka kebosanan pun akan hilang".

Tamu : "Bagaimana menambahkan hal baru dalam rutinitas ?".

Pak Tua : "Ubahlah caramu melakukan rutinitas itu. Kalau biasanya menulis sambil duduk, cobalah menulis sambil jongkok atau berbaring. Kalau biasanya membaca di kursi, cobalah membaca sambil berjalan-jalan atau meloncat-loncat. Kalau biasanya menelpon dengan tangan kanan, cobalah dengan tangan kiri atau dengan kaki kalau bisa. Dan seterusnya".

Lalu Tamu itu pun pergi.

Beberapa hari kemudian Tamu itu mengunjungi Pak Tua lagi.

Tamu : "Pak tua, saya sudah melakukan apa yang Anda sarankan, kenapa saya masih merasa bosan juga ?".

Pak Tua : "Coba lakukan sesuatu yang bersifat kekanak-kanakan".

Tamu : "Contohnya ?".

Pak Tua : "Mainkan permainan yang paling kamu senangi di waktu kecil dulu".

Lalu Tamu itu pun pergi.

Beberapa minggu kemudian, Tamu itu datang lagi ke rumah Pak Tua.

Tamu : "Pak Tua, saya melakukan apa yang Anda sarankan. Di setiap waktu senggang saya bermain sepuas-puasnya semua permainan anak-anak yang saya senangi dulu. Dan keajaiban pun terjadi. Sampai sekarang saya tidak pernah merasa bosan lagi, meskipun disaat saya melakukan hal-hal yang dulu pernah saya anggap membosankan. Kenapa bisa demikian, Pak Tua ?".

Sambil tersenyum Pak Tua berkata : "Karena segala sesuatu sebenarnya berasal dari pikiranmu sendiri, anakku. Kebosanan itu pun berasal dari pikiranmu yang berpikir tentang kebosanan. Saya menyuruhmu bermain seperti anak kecil agar pikiranmu menjadi ceria. Sekarang kamu tidak merasa bosan lagi karena pikiranmu tentang keceriaan berhasil mengalahkan pikiranmu tentang kebosanan. Segala sesuatu berasal dari pikiran. Berpikir bosan menyebabkan kau bosan. Berpikir ceria menjadikan kamu ceria".


Sumber internet...
Sekarang postingan yang saya upload dapat anda download versi java nya hingga dapat anda baca di handphone yang ber OS java
Download aplikasi DISINI

Monday, April 12, 2010

Pipe Data Pro 8.0

Masih tentang pipe data pro
sebelum nya pernah saya ulas sedikit tentang pipe data pro 7.2 beberapa bulan yang lalu jadi untuk kali ini langsung saja yah, berikut adalah versi terbaru dari serial pipe data pro yaitu versi 8.0 dan untuk kali ini komplit beserta crack nya. software dapat anda download DISINI enjoy

Sumber internet...

Saturday, April 10, 2010

Friday, April 9, 2010

Bunda, Mandikanlah Aku ............

Sering kali orang tidak mensyukuri apa yang dimilikinya sampai akhirnya..... Rani, sebut saja begitu namanya. Kawan kuliah ini berotak cemerlang dan memiliki idealisme tinggi. Sejak masuk kampus, sikap dan konsep dirinya sudah jelas : meraih yang terbaik, di bidang akademis maupun profesi yang akan digelutinya. ''Why not the best'', katanya selalu, mengutip seorang mantan presiden Amerika.

Ketika Universitas mengirim mahasiswa untuk studi Hukum Internasional di Universiteit Utrecht, Belanda, Rani termasuk salah satunya. Saya lebih memilih menuntaskan pendidikan kedokteran. Berikutnya, Rani mendapat pendamping yang ''selevel''; sama-sama berprestasi, meski berbeda profesi. Alifya, buah cinta mereka, lahir ketika Rani diangkat sebagai staf diplomat, bertepatan dengan tuntasnya suami dia meraih PhD. Lengkaplah kebahagiaan mereka. Konon, nama putera mereka itu diambil dari huruf pertama hijaiyah ''alif'' dan huruf terakhir ''ya'', jadilah nama yang enak didengar : Alifya. Saya tak sempat mengira, apa mereka bermaksud menjadikannya sebagai anak yang pertama dan terakhir.

Ketika Alif, panggilan puteranya itu, berusia 6 bulan, kesibukan Rani semakin menggila. Bak garuda, nyaris tiap hari ia terbang dari satu kota ke kota lain, dan dari satu negara ke negara lain. Setulusnya saya pernah bertanya, ''Tidakkah si Alif terlalu kecil untuk ditinggal-tinggal ?''. Dengan sigap Rani menjawab, ''Oh, saya sudah mengantisipasi segala sesuatunya. Everything is OK!''. Ucapannya itu betul-betul ia buktikan. Perawatan dan perhatian anaknya, ditangani secara profesional oleh baby sitter mahal. Rani tinggal mengontrol jadual Alif lewat telepon. Alif tumbuh menjadi anak yang tampak lincah, cerdas dan gampang mengerti. Kakek-neneknya selalu memompakan kebanggaan kepada cucu semata wayang itu, tentang kehebatan ibu-bapaknya. Tentang gelar dan nama besar, tentang naik pesawat terbang, dan uang yang banyak. ''Contohlah ayah-bunda Alif, kalau Alif besar nanti''. Begitu selalu nenek Alif, ibunya Rani, berpesan di akhir dongeng menjelang tidurnya.

Ketika Alif berusia 3 tahun, Rani bercerita kalau dia minta adik. Terkejut dengan permintaan tak terduga itu, Rani dan suaminya kembali menagih pengertian anaknya. Kesibukan mereka belum memungkinkan untuk menghadirkan seorang adik buat Alif. Lagi-lagi bocah kecil ini ''memahami'' orang tuanya. Buktinya, kata Rani, ia tak lagi merengek minta adik. Alif, tampaknya mewarisi karakter ibunya yang bukan perengek. Meski kedua orangtuanya kerap pulang larut, ia jarang sekali ngambek. Bahkan, tutur Rani, Alif selalu menyambut kedatangannya dengan penuh ceria. Maka, Rani menyapanya ''malaikat kecilku''.

Sungguh keluarga yang bahagia, pikir saya. Meski kedua orangtuanya super sibuk, Alif tetap tumbuh penuh cinta. Diam-diam, saya iri pada keluarga ini. Suatu hari, menjelang Rani berangkat ke kantor, entah mengapa Alif menolak dimandikan baby sitter. ''Alif ingin Bunda mandikan'', ujarnya penuh harap. Karuan saja Rani, yang detik ke detik waktunya sangat diperhitungkan, gusar. Ia menampik permintaan Alif sambil tetap gesit berdandan dan mempersiapkan keperluan kantornya. Suaminya pun turut membujuk Alif agar mau mandi dengan Tante Mien, baby sitter-nya. Lagi-lagi, Alif dengan pengertian menurut, meski wajahnya cemberut.

Peristiwa ini berulang sampai hampir sepekan. ''Bunda, mandikan aku !'' kian lama suara Alif penuh tekanan. Toh, Rani dan suaminya berpikir, mungkin itu karena Alif sedang dalam masa pra-sekolah, jadinya agak lebih minta perhatian. Setelah dibujuk-bujuk, akhirnya Alif bisa ditinggal juga.

Sampai suatu sore, saya dikejutkan telponnya Mien, sang baby sitter. ''Bu dokter, Alif demam dan kejang-kejang. Sekarang di Emergency''. Setengah terbang, saya ngebut ke UGD. But it was too late. Allah SWT sudah punya rencana lain. Alif, si malaikat kecil, keburu dipanggil pulang oleh-Nya. Rani, ketika diberi tahu soal Alif, sedang meresmikan kantor barunya. Ia shock berat. Setibanya di rumah, satu-satunya keinginan dia adalah memandikan putranya. Setelah pekan lalu Alif mulai menuntut, Rani memang menyimpan komitmen untuk suatu saat memandikan anaknya sendiri. Dan siang itu, janji Rani terwujud, meski setelah tubuh si kecil terbaring kaku. ''Ini Bunda Lif, Bunda mandikan Alif,'' ucapnya lirih, di tengah jamaah yang sunyi. Satu persatu rekan Rani menyingkir dari sampingnya, berusaha menyembunyikan tangis.

Ketika tanah merah telah mengubur jasad si kecil, kami masih berdiri mematung di sisi pusara. Berkali-kali Rani, sahabatku yang tegar itu berkata, ''Ini sudah takdir, ya kan. Sama saja, aku di sebelahnya ataupun di seberang lautan, kalau sudah saatnya, ya dia pergi juga kan?''. Saya diam saja. Rasanya Rani memang tak perlu hiburan dari orang lain. Suaminya mematung seperti tak bernyawa. Wajahnya pias, tatapannya kosong. ''Ini konsekuensi sebuah pilihan,'' lanjut Rani, tetap mencoba tegar dan kuat. Hening sejenak.

Angin senja meniupkan aroma bunga kamboja. Tiba-tiba Rani berlutut. ''Aku ibunyaaa!'' serunya histeris, lantas tergugu hebat. Rasanya baru kali ini saya menyaksikan Rani menangis, lebih-lebih tangisan yang meledak. ''Bangunlah Lif, Bunda mau mandikan Alif. Beri kesempatan Bunda sekali saja Lif. Sekali saja, Aliiif..'' Rani merintih mengiba-iba. Detik berikutnya, ia menubruk pusara dan tertelungkup di atasnya. Air matanya membanjiri tanah merah yang menaungi jasad Alif. Senja pun makin tua. Nasi sudah menjadi bubur, sesal tidak lagi menolong. Hal yang nampaknya sepele sering kali menimbulkan sesal dan kehilangan yang amat sangat. Sering kali orang sibuk 'di luaran', asyik dengan dunianya dan ambisinya sendiri tidak mengabaikan orang-orang di dekatnya yang disayanginya.

Akan masih ada waktu 'nanti' buat mereka jadi abaikan saja dulu. Sering kali orang takabur dan merasa yakin bahwa pengertian dan kasih sayang yang diterimanya tidak akan hilang. Merasa mereka akan mengerti karena mereka menyayanginya dan tetap akan ada.....

Sumber migas indonesia
Sekarang postingan yang saya upload dapat anda download versi java nya hingga dapat anda baca di handphone yang ber OS java
Download aplikasi DISINI

Saturday, April 3, 2010

Sang Elang...

Elang merupakan jenis unggas yang mempunyai umur paling panjang didunia. Umurnya dapat mencapai 70 tahun. Tetapi untuk mencapai umur sepanjang itu seekor elang harus membuat suatu keputusan yang sangat berat pada umurnya yang ke 40.

Ketika elang berumur 40 tahun, cakarnya mulai menua, paruhnya menjadi panjang dan membengkok hingga hampir menyentuh dadanya. Sayapnya menjadi sangat berat karena bulunya telah tumbuh lebat dan tebal,sehingga sangat menyulitkan waktu terbang. Pada saat itu, elang hanya mempunyai dua pilihan: Menunggu kematian, atau Mengalami suatu proses transformasi yang sangat menyakitkan - suatu proses transformasi yang panjang selama 150 hari.

Untuk melakukan transformasi itu, elang harus berusaha keras terbang keatas puncak gunung untuk kemudian membuat sarang ditepi jurang , berhenti dan tinggal disana selama proses transformasi berlangsung.

Pertama-tama, elang harus mematukkan paruhnya pada batu karang sampai paruh tersebut terlepas dari mulutnya, kemudian berdiam beberapa lama menunggu tumbuhnya paruh baru. Dengan paruh yang baru tumbuh itu, ia harus mencabut satu persatu cakar-cakarnya dan ketika cakar yang baru sudah tumbuh, ia akan mencabut bulu badannya satu demi satu. Suatu proses yang panjang dan menyakitkan. Lima bulan kemudian, bulu-bulu elang yang baru sudah tumbuh. Elang mulai dapat terbang kembali. Dengan paruh dan cakar baru, elang tersebut mulai menjalani 30 tahun kehidupan barunya dengan penuh energi!

Dalam kehidupan kita ini, kadang kita juga harus melakukan suatu keputusan yang sangat berat untuk memulai sesuatu proses pembaharuan. Kita harus berani dan mau membuang semua kebiasaan lama yang mengikat, meskipun kebiasaan lama itu adalah sesuatu yang menyenangkan dan melenakan.

Kita harus rela untuk meninggalkan perilaku lama kita agar kita dapat mulai terbang lagi menggapai tujuan yang lebih baik di masa depan. Hanya bila kita bersedia melepaskan beban lama, membuka diri untuk belajar hal-hal yang baru, kita baru mempunyai kesempatan untuk mengembangkan kemampuan kita yang terpendam, mengasah keahlian baru dan menatap masa depan dengan penuh keyakinan.

Halangan terbesar untuk berubah terletak di dalam diri sendiri dan andalah sang penguasa atas diri anda. Jangan biarkan masa lalu menumpulkan asa dan melayukan semangat kita. Anda adalah elang-elang itu.

Perubahan pasti terjadi. Maka itu, kita harus berubah!

Dari Anas bin Malik, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya diantara manusia ada yang menjadi jalan kebaikan, dan menjadi penutup jalan keburukan. Diantara manusia juga ada yang menjadi jalan keburukan, dan menjadi penutup kebaikan. Maka, berbahagialah orang yang Allah jadikan jalan-jalan kebaikan melalui tangannya. Dan celakalah bagi orang yang Allah jadikan jalan-jalan keburukan melalui tangannya.” (HR Ibnu Majah, dihasankan Al-Bani)

Sumber internet...
Sekarang postingan yang saya upload dapat anda download versi java nya hingga dapat anda baca di handphone yang ber OS java
Download aplikasi DISINI

Friday, April 2, 2010

Serial Wiro Sableng....

Buat para pembaca yang pasti sudah tidak asing lagi dengan serial komik yang satu ini, komik serial laga karya Bastian Tito yang dulu pernah populer di sekitar tahun 80an sampai dengan 90an bahkan sempat di angkat kelayar lebar walau hanya berjalan beberapa episode saja, bahkan stasiun televisi swasta pernah membuat sinetron laganya, yahhhhh.... walau memang hasil nya masih jauh dari film-film produksi luaran tapi bagi saya sedikit menghibur daripada nonton sinetron sinetron yang penuh dengan tumpahan air mata...hehehehe...

Nah bagi anda yang imgin mendownload serial komik nya anda dapat mendapat kan nya disini lumayan lengkap kok untuk sekedar killing time saja daripada bengong mending baca Wiro Sableng..hehehe...

001. Empat Berewok Dari Goa Sanggreng
002. Maut Bernyanyi Di Pajajaran
003. Dendam Orang Orang Sakti
004. Keris Tumbal Wilayuda
005. Neraka Lembah Tengkorak
006. Pendekar Terkutuk Pemetik Bunga
007. Tiga Setan Darah Dan Cambuk Api Angin
008. Dewi Siluman Bukit Tunggul
009. Rahasia Lukisan Telanjang
010. Banjir Darah Di Tambun Tulang
011. Raja Rencong Dari Utara
012. Pembalasan Nyoman Dwipa
013. Kutukan Empu Bharata
014. Sepasang Iblis Betina
015. Mawar Merah Menuntut Balas
016. Hancurnya Istana Darah
017. Lima Iblis Dari Nanking
018. Pendekar Pedang Akhirat
019. Pendekar Dari Gunung Naga
020. Hidung Belang Berkipas Sakti
021. Neraka Puncak Lawu
022. Siluman Teluk Gonggo
023. Cincin Warisan Setan
024. Penculik Mayat Hutan Roban
025. Cinta Orang Orang Gagah
026. Iblis Iblis Kota Hantu
027. Khianat Seorang Pendekar
028. Petaka Gundik Jelita
029. Bencana Di Kuto Gede
030. Dosa Dosa Tak Berampun
031. Pangeran Matahari Dari Puncak Merapi
032. Bajingan Dari Susukan
033. Panglima Buronan
034. Munculnya Sinto Gendeng
035. Telaga Emas Berdarah
036. Dewi Dalam Pasungan
037. Maut Bermata Satu
038. Iblis Berjanggut Biru
039. Kelelawar Hantu
040. Setan Dari Luar Jagat
041. Malaikat Maut Berambut Salju
042. Badai Di Parangtritis
043. Dewi Lembah Bangkai
044. Topeng Buat Wiro Sableng
045. Manusia Halilintar
046. Serikat Setan Merah
047. Pembalasan Ratu Laut Utara
048. Memburu Si Penjagal Mayat
049. Srigala Iblis
050. Mayat Hidup Gunung Klabat
051. Raja Sesat Penyebar Racun
052. Guna Guna Tombak Api
053. Kutukan Dari Liang Kubur
054. Pembalasan Pendekar Bule
055. Misteri Dewi Bunga Mayat
056. Ratu Mesum Bukit Kemukus
057. Nyawa Yang Terhutang
058. Bahala Jubah Kencono Geni
059.Peti Mati dari Jepara
060. Serikat Candu Iblis
061. Makam Tanpa Nisan
062. Kamandaka Si Murid Murtad
063. Neraka Krakatau
064. Betina Penghisap Darah
065. Hari Hari Terkutuk
066. Singa Gurun Bromo
067. Halilintar Di Singosari
068. Pelangi Di Majapahit
069. Ki Ageng Tunggul Keparat
070. Ki Ageng Tunggul Akhirat
071. Bujang Gila Tapak Sakti
072. Purnama Berdarah
073. Guci Setan
074. Dendam Di Puncak Singgalang
075. Harimau Singgalang
076. Kutunggu Di Pintu Neraka
077. Kepala Iblis Nyi Gandasuri
078. Pendekar Dari Gunung Fuji
079. Ninja Merah
080. Sepasang Manusia Bonsai
081. Dendam Manusia Paku
082. Dewi Ular
083. Wasiat Iblis
084. Wasiat Dewa
085. Wasiat Sang Ratu
086. Delapan Sabda Dewa
087. Muslihat Para Iblis
088.Muslihat Cinta Iblis
089. Geger Di Pangandaran
090. Kiamat Di Pangandaran
091. Tua Gila Dari Andalas
092. Asmara Darah Tua Gila
093. Lembah Akhirat
094. Pedang Naga Suci 212
095. Jagal Iblis Makam Setan
096. Utusan Dari Akhirat
097. Liang Lahat Gajahmungkur
098. Rahasia Cinta Tua Gila
099. Wasiat Malaikat
100. Dendam Dalam Titisan
101. Gerhana Di Gajahmungkur
102. Bola Bola Iblis
103. Hantu Bara Kaliatus
104. Peri Angsa Putih
105. Hantu Jatilandak
106. Rahasia Bayi Tergantung
107. Hantu Tangan Empat
108. Hantu Muka Dua
109. Rahasia Kincir Hantu
110. Rahasia Patung Menangis
111. Hantu Langit Terjungkir
112. Rahasia Mawar Beracun
113. Hantu Santet Laknat
114. Badai Fitnah Latanah silam
115. Rahasia Perk4w1n4n Wiro
116. Hantu Selaksa Angin
117. Muka Tanah Liat
118. Batu Pembalik Waktu
119. Istana Kebahagiaan
120. Kembali Ke Tanah Jawa
121. Tiga Makam Setan
122. Roh Dalam Keraton
123. Gondoruwo Patah Hati
124. Makam Ke Tiga Bag.1
124. Makam Ke Tiga Bag.2
124. Makam Ke Tiga Bag.3
125. Senandung Kematian
126. Badik Sumpah Darah
127. Mayat Persembahan
128. Si Cantik Dalam Guci
129. Tahta Janda Berdarah
130. Meraga Sukma
131. Melati Tujuh Racun
132. Kutukan Sang Badik
133. 113 Lorong Kematian
134. Nyawa Kedua
135. Rumah Tanpa Dosa
136. Bendera Darah
137. Aksara Batu Bernyawa
138. Pernikahan Dengan Mayat
139. Api Cinta Sang Pendekar
140. Misteri Pedang Naga Suci 212
141. Kematian Kedua
142. Kitab 1000 Pengobatan
143. Perjanjian Dengan Roh
144. Nyi Bodong
145. Lentera Iblis
146. Azab Sang Murid
147. Api Di Puncak Merapi
148. Dadu Setan
149. Si Cantik Dari Tionggoan
150. Misteri Pedang Naga Merah
151. Sang Pembunuh
152. Petaka Patung Kamasutra
153. Misteri Bunga Noda
154. Insan Tanpa Wajah
155. Sang Pemikat
156. Topan Di Gurun Tengger
157. Nyawa Titipan
158. Si Cantik Gila Dari Gunung Gede
159. Bayi Satu Suro
160. Dendam Mahluk Alam Roh
161. Perjodohan Berdarah
162. Badai Laut Utara
163. Cinta Tiga Ratu
164. Janda Pulau Cingkuk
165. Bayi Titisan
166. Kupu-Kupu Giok Ngarai Sianok
167. Fitnah Berdarah Di Tanah Agam
168. Mayat Kiriman Di Rumah Gadang
169. Bulan Sabit Di Bukit Patah
170. Kupu-Kupu Mata Dewa
171. Malam Jahanam Di Mataram
172. Empat Mayat Aneh
173. Roh Jemputan
174. Dua Nyawa Kembar
175. Sepasang Arwah Bisu
176. Dewi Kaki Tunggal
177. Jaka Pesolek Penangkap Petir
178. Tabir Delapan Mayat
179. Delapan Sukma Merah
180. Sesajen Atap Langit
181. Selir Pamungkas
182. Delapan Pocong Menari
183. Bulan Biru Di Mataram
184. Dewi Dua Musim
185. Jabang Bayi Dalam Guci
186.Jenazah Simpanan

Sumber internet...

Setan atau Malaikat...

Mahluk yang paling menakjubkan adalah manusia, karena dia bisa memilih untuk menjadi “setan atau malaikat”.
–John Scheffer-

Dari pinggir kaca nako, di antara celah kain gorden, saya melihat lelaki itu mondar-mandir di depan rumah. Matanya berkali-kali melihat ke rumah saya. Tangannya yang dimasukkan ke saku celana, sesekali mengelap keringat di keningnya.

Dada saya berdebar menyaksikannya. Apa maksud remaja yang bisa jadi umurnya tak jauh dengan anak sulung saya yang baru kelas 2 SMU itu? Melihat tingkah lakunya yang gelisah, tidakkah dia punya maksud buruk dengan keluarga saya? Mau merampok? Bukankah sekarang ini orang merampok tidak lagi mengenal waktu? Siang hari saat orang-orang lalu-lalang pun penodong bisa beraksi, seperti yang banyak diberitakan koran. Atau dia punya masalah dengan Yudi, anak saya?

Kenakalan remaja saat ini tidak lagi enteng. Tawuran telah menjadikan puluhan remaja meninggal. Saya berdoa semoga lamunan itu salah semua. Tapi mengingat peristiwa buruk itu bisa saja terjadi, saya mengunci seluruh pintu dan jendela rumah. Di rumah ini, pukul sepuluh pagi seperti ini, saya hanya seorang diri. Kang Yayan, suami saya, ke kantor. Yudi sekolah, Yuni yang sekolah sore pergi les Inggris, dan Bi Nia sudah seminggu tidak masuk.

Jadi kalau lelaki yang selalu memperhatikan rumah saya itu menodong, saya bisa apa? Pintu pagar rumah memang terbuka. Siapa saja bisa masuk.

Tapi mengapa anak muda itu tidak juga masuk? Tidakkah dia menunggu sampai tidak ada orang yang memergoki? Saya sedikit lega saat anak muda itu berdiri di samping tiang telepon. Saya punya pikiran lain. Mungkin dia sedang menunggu seseorang, pacarnya, temannya, adiknya, atau siapa saja yang janjian untuk bertemu di tiang telepon itu. Saya memang tidak mesti berburuk sangka seperti tadi. Tapi dizaman ini, dengan peristiwa-peristiwa buruk, tenggang rasa yang semakin menghilang, tidakkah rasa curiga lebih baik daripada lengah?

Saya masih tidak beranjak dari persembunyian, di antara kain gorden, di samping kaca nako. Saya masih was-was karena anak muda itu sesekali masih melihat ke rumah. Apa maksudnya? Ah, bukankah banyak pertanyaan di dunia ini yang tidak ada jawabannya.

Terlintas di pikiran saya untuk menelepon tetangga. Tapi saya takut jadi ramai. Bisa-bisa penduduk se-kompleks mendatangi anak muda itu. Iya kalau anak itu ditanya-tanya secara baik, coba kalau belum apa-apa ada yang memukul.

Tiba-tiba anak muda itu membalikkan badan dan masuk ke halaman rumah. Debaran jantung saya mengencang kembali. Saya memang mengidap penyakit jantung. Tekad saya untuk menelepon tetangga sudah bulat, tapi kaki saya tidak bisa melangkah. Apalagi begitu anak muda itu mendekat, saya ingat, saya pernah melihatnya dan punya pengalaman buruk dengannya. Tapi anak muda itu tidak lama di teras rumah. Dia hanya memasukkan sesuatu ke celah di atas pintu dan bergegas pergi. Saya masih belum bisa mengambil benda itu karena kaki saya masih lemas.

Saya pernah melihat anak muda yang gelisah itu di jembatan penyeberangan, entah seminggu atau dua minggu yang lalu. Saya pulang membeli bumbu kue waktu itu. Tiba-tiba di atas jembatan penyeberangan, saya ada yang menabrak, saya hampir jatuh. Si penabrak yang tidak lain adalah anak muda yang gelisah dan mondar-mandir di depan rumah itu, meminta maaf dan bergegas mendahului saya. Saya jengkel, apalagi begitu sampai di rumah saya tahu dompet yang disimpan di kantong plastik, disatukan dengan bumbu kue, telah raib.

Dan hari ini, lelaki yang gelisah dan si penabrak yang mencopet itu, mengembalikan dompet saya lewat celah di atas pintu. Setelah saya periksa, uang tiga ratus ribu lebih, cincin emas yang selalu saya simpan di dompet bila bepergian, dan surat-surat penting, tidak ada yang berkurang.

Lama saya melihat dompet itu dan melamun. Seperti dalam dongeng. Seorang anak muda yang gelisah, yang siapa pun saya pikir akan mencurigainya, dalam situasi perekonomian yang morat-marit seperti ini, mengembalikan uang yang telah digenggamnya. Bukankah itu ajaib, seperti dalam dongeng. Atau hidup ini memang tak lebih dari sebuah dongengan?

Bersama dompet yang dimasukkan ke kantong plastik hitam itu saya menemukan surat yang dilipat tidak rapi. Saya baca surat yang berhari-hari kemudian tidak lepas dari pikiran dan hati saya itu. Isinya seperti ini:

—–
“Ibu yang baik…, maafkan saya telah mengambil dompet Ibu. Tadinya saya mau mengembalikan dompet Ibu saja, tapi saya tidak punya tempat untuk mengadu, maka saya tulis surat ini, semoga Ibu mau membacanya.

Sudah tiga bulan saya berhenti sekolah. Bapak saya di-PHK dan tidak mampu membayar uang SPP yang berbulan-bulan sudah nunggak, membeli alat-alat sekolah dan memberi ongkos. Karena kemampuan keluarga yang minim itu saya berpikir tidak apa-apa saya sekolah sampai kelas 2 STM saja. Tapi yang membuat saya sakit hati, Bapak kemudian sering mabuk dan judi buntut yang beredar sembunyi-sembunyi itu.

Adik saya yang tiga orang, semuanya keluar sekolah. Emak berjualan goreng-gorengan yang dititipkan di warung-warung. Adik-adik saya membantu mengantarkannya. Saya berjualan koran, membantu-bantu untuk beli beras.

Saya sadar, kalau keadaan seperti ini, saya harus berjuang lebih keras. Saya mau melakukannya. Dari pagi sampai malam saya bekerja. Tidak saja jualan koran, saya juga membantu nyuci piring di warung nasi dan kadang (sambil hiburan) saya ngamen. Tapi uang yang pas-pasan itu (Emak sering gagal belajar menabung dan saya maklum), masih juga diminta Bapak untuk memasang judi kupon gelap. Bilangnya nanti juga diganti kalau angka tebakannya tepat. Selama ini belum pernah tebakan Bapak tepat. Lagi pula Emak yang taat beribadah itu tidak akan mau menerima uang dari hasil judi, saya yakin itu.

Ketika Bapak semakin sering meminta uang kepada Emak, kadang sambil marah-marah dan memukul, saya tidak kuat untuk diam. Saya mengusir Bapak. Dan begitu Bapak memukul, saya membalasnya sampai Bapak terjatuh-jatuh. Emak memarahi saya sebagai anak laknat. Saya sakit hati. Saya bingung. Mesti bagaimana saya?

Saat Emak sakit dan Bapak semakin menjadi dengan judi buntutnya, sakit hati saya semakin menggumpal, tapi saya tidak tahu sakit hati oleh siapa. Hanya untuk membawa Emak ke dokter saja saya tidak sanggup. Bapak yang semakin sering tidur entah di mana, tidak perduli. Hampir saya memukulnya lagi.

Di jalan, saat saya jualan koran, saya sering merasa punya dendam yang besar tapi tidak tahu dendam oleh siapa dan karena apa. Emak tidak bisa ke dokter. Tapi orang lain bisa dengan mobil mewah melenggang begitu saja di depan saya, sesekali bertelepon dengan handphone. Dan di seberang stopan itu, di warung jajan bertingkat, orang-orang mengeluarkan ratusan ribu untuk sekali makan.

Maka tekad saya, Emak harus ke dokter. Karena dari jualan koran tidak cukup, saya merencanakan untuk mencopet. Berhari-hari saya mengikuti bus kota, tapi saya tidak pernah berani menggerayangi saku orang. Keringat dingin malah membasahi baju. Saya gagal jadi pencopet.

Dan begitu saya melihat orang-orang belanja di toko, saya melihat Ibu memasukkan dompet ke kantong plastik. Maka saya ikuti Ibu. Di atas jembatan penyeberangan, saya pura-pura menabrak Ibu dan cepat mengambil dompet. Saya gembira ketika mendapatkan uang 300 ribu lebih.

Saya segera mendatangi Emak dan mengajaknya ke dokter. Tapi Ibu…, Emak malah menatap saya tajam. Dia menanyakan, dari mana saya dapat uang. Saya sebenarnya ingin mengatakan bahwa itu tabungan saya, atau meminjam dari teman. Tapi saya tidak bisa berbohong. Saya mengatakan sejujurnya, Emak mengalihkan pandangannya begitu saya selesai bercerita.

Di pipi keriputnya mengalir butir-butir air. Emak menangis. Ibu…, tidak pernah saya merasakan kebingungan seperti ini. Saya ingin berteriak. Sekeras-kerasnya. Sepuas-puasnya. Dengan uang 300 ribu lebih sebenarnya saya bisa makan-makan, mabuk, hura-hura. Tidak apa saya jadi pencuri. Tidak perduli dengan Ibu, dengan orang-orang yang kehilangan. Karena orang-orang pun tidak perduli kepada saya. Tapi saya tidak bisa melakukannya. Saya harus mengembalikan dompet Ibu. Maaf.”
—–
Surat tanpa tanda tangan itu berulang kali saya baca. Berhari-hari saya mencari-cari anak muda yang bingung dan gelisah itu. Di setiap stopan tempat puluhan anak-anak berdagang dan mengamen. Dalam bus-bus kota. Di taman-taman. Tapi anak muda itu tidak pernah kelihatan lagi. Siapapun yang berada di stopan, tidak mengenal anak muda itu ketika saya menanyakannya.

Lelah mencari, di bawah pohon rindang, saya membaca dan membaca lagi surat dari pencopet itu. Surat sederhana itu membuat saya tidak tenang. Ada sesuatu yang mempengaruhi pikiran dan perasaan saya. Saya tidak lagi silau dengan segala kemewahan. Ketika Kang Yayan membawa hadiah-hadiah istimewa sepulang kunjungannya ke luar kota, saya tidak segembira biasanya.Saya malah mengusulkan oleh-oleh yang biasa saja.

Kang Yayan dan kedua anak saya mungkin aneh dengan sikap saya akhir-akhir ini. Tapi mau bagaimana, hati saya tidak bisa lagi menikmati kemewahan. Tidak ada lagi keinginan saya untuk makan di tempat-tempat yang harganya ratusan ribu sekali makan, baju-baju merk terkenal seharga jutaan, dan sebagainya.

Saya menolaknya meski Kang Yayan bilang tidak apa sekali-sekali. Saat saya ulang tahun, Kang Yayan menawarkan untuk merayakan di mana saja. Tapi saya ingin memasak di rumah, membuat makanan, dengan tangan saya sendiri. Dan siangnya, dengan dibantu Bi Nia, lebih seratus bungkus nasi saya bikin. Diantar Kang Yayan dan kedua anak saya, nasi-nasi bungkus dibagikan kepada para pengemis, para pedagang asongan dan pengamen yang banyak di setiap stopan.

Di stopan terakhir yang kami kunjungi, saya mengajak Kang Yayan dan kedua anak saya untuk makan bersama. Diam-diam air mata mengalir dimata saya.

Yuni menghampiri saya dan bilang, “Mama, saya bangga jadi anak Mama.” Dan saya ingin menjadi Mama bagi ribuan anak-anak lainnya.

Sumber internet...
Sekarang postingan yang saya upload dapat anda download versi java nya hingga dapat anda baca di handphone yang ber OS java
Download aplikasi DISINI

Thursday, April 1, 2010

Perangkap Monyet...

Sahabat, saya pernah membaca suatu hal yang menarik tentang perangkap. Suatu sistem yang unik, telah dipakai di hutan-hutan Afrika untuk menangkap monyet yang ada disana. Sistem itu memungkinkan untuk menangkap monyet dalam keadaan hidup, tak cedera, agar bisa dijadikan hewan percobaan atau binatang sirkus di Amerika.

Caranya sangat manusiawi (*umm…atau mungkin hewani kali ye..hehehe*). Sang pemburu monyet, akan menggunakan sebuah toples berleher panjang dan sempit, dan menanamnya di tanah. Toples kaca yang berat itu berisi kacang, ditambah dengan aroma yang kuat dari bahan-bahan yang disukai monyet-monyet Afrika. Mereka meletakkannya di sore hari, dan mengikat/menanam toples itu erat-erat ke dalam tanah. Keesokan harinya, mereka akan menemukan beberapa monyet yang terperangkap, dengan tangan yang terjulur, dalam setiap botol yang dijadikan jebakan.

Tentu, kita tahu mengapa ini terjadi. Monyet-monyet itu tak melepaskan tangannya sebelum mendapatkan kacang-kacang yang menjadi jebakan. Mereka tertarik pada aroma yang keluar dari setiap toples, lalu mengamati, menjulurkan tangan, dan terjebak. Monyet itu, tak akan dapat terlepas dari toples, sebelum ia melepaskan kacang yang di gengamnya. Selama ia tetap mempertahankan kacang-kacang itu, selama itu pula ia terjebak. Toples itu terlalu berat untuk diangkat, sebab tertanam di tanah. Monyet tak akan dapat pergi kemana-mana.

Sahabat, kita mungkin tertawa dengan tingkah monyet itu. Kita bisa jadi terbahak saat melihat kebodohan monyet yang terperangkap dalam toples. Tapi, mungkin, sesungguhnya, kita sedang menertawakan diri kita sendiri. Betapa sering, kita mengengam setiap permasalahan yang kita miliki, layaknya monyet yang mengenggam kacang. Kita sering mendendam, tak mudah memberikan maaf, tak mudah melepaskan maaf, memendam setiap amarah dalam dada, seakan tak mau melepaskan selamanya.

Seringkali, kita, yang bodoh ini, membawa “toples-toples” itu kemana pun kita pergi. Dengan beban yang berat, kita berusaha untuk terus berjalan. Tanpa sadar, kita sebenarnya sedang terperangkap dengan persoalan pribadi yang kita alami.

Sahabat, bukankah lebih mudah jika kita melepaskan setiap masalah yang lalu, dan menatap hari esok dengan lebih cerah? Bukankah lebih menyenangkan, untuk memberikan maaf bagi setiap orang yang pernah berbuat salah kepada kita? Karena, kita pun bisa jadi juga bisa berbuat kesalahan yang sama. Bukankah lebih terasa nyaman, saat kita membagikan setiap masalah kepada orang lain, kepada sahabat, agar di cari penyelesaiannya, daripada terus dipendam

Sumber internet...
Sekarang postingan yang saya upload dapat anda download versi java nya hingga dapat anda baca di handphone yang ber OS java
Download aplikasi DISINI